Minggu, 21 Maret 2010

negeri atau swasta?

adik-adik yang cemas menghadapi UAN, setelah itu akan menghadapi problema ujian masuk perguruan tinggi. Hampir semuanya bercita-cita masuk PTN, termasuk ketika saya masih bersekolah dulu. Ya kejadian hampir 6 tahun yang lalu, betapa kecewanya ketika melihat pengumuman di koran, tetapi nomor ujian yang dicari tidak terpampang. Bagaimana perasaan saya? Sedih kah? Sudah pasti sedih. Melihat semua anggota keluarga di rumah kuliah di PTN, mulai dari bapak Ekonomi UNAND, ibu tata boga- UNJ, dan abang fasilkom-UI, sedangkan saya gagal. Tetapi kesedihan itu tak berlangsung lama, saya bersyukur mempunyai ke dua orang tua yang selalu mendukung anaknya, menegarkan hati anaknya ketika sedang gundah gulana.

Saya masih teringat ketika ibu memberikan nasehat "Mau kuliah di negeri atau swasta sama saja, yang penting kamu serius menjalankannya, kamu akan sukses!" Kata-kata itu menegarkan hati yang resah. 

Kebetulan di SMA N 21 ada test gratis masuk PTS Gunadarma, waktu itu saya lolos test untuk mendapatkan program beasiswa. Kala itu saya yang sudah bingung menentukan ingin masuk PTS akhirnya setelah konsultasi dengan kerabat, memberanikan diri mencoba memilih universitas tersebut, tetapi sayangnya jurusan yang saya inginkan tidak ada. Saya berkeinginan kuliah mengambil disain grafis, sebelum lulus UAN, sudah diterima di PTS Trisakti jurusan disain grafis, tetapi ketika lebih dalam melihat lingkungan kampus, hati ini menjadi tidak begitu yakin. Akhirnya cita-cita menjadi disainer dilepaskan. 

Ibu menyarankan untuk mengambil jurusan komputer, jurusan di luar pilihan, jurusan yang tidak pernah terpikirkan di dalam benak. Dengan memohon doa kepada Allah, saya mengikuti saran dari orang tercinta. Ketika itu saya berjanji untuk tidak mengecewakan mereka lagi. Sudah cukup diri ini mengecewakan mereka dengan tidak dapat masuk ke PTN.

Hari demi hari kuliah dijalankan, Alhamdulillah IPK selalu di atas 3, saya selalu mengusahakan yang terbaik. Tiba saatnya ada perekrutan asisten di kampus, saya mencoba mengikuti tes demi tes dengan baik, walau tidak dengan persiapan yang matang Allah memberikan kepercayaan untuk menjadi seorang asisten. Walau waktu belajar mulai terbagi, saya menjadi semakin baik mengatur waktu, IPK tidak turun, melainkan selalu naik, dan Alhamdulillah lagi-lagi Allah memberikan nikmatnya. Saya termasuk mahasiswa yang mendapatkan beasiswa prestasi, uang jutaan rupiah saya dapatkan berkat IPK yang selama ini dicapai. 

"Benar kan kata ibu? kalau kamu mau berusaha keras, kuliah dimanapun tidak menjadi masalah, sekarang kamu bisa bangga menjadi mahasiswa berprestasi,  sudah bisa dapat uang jajan dari asisten, dan uang jutaan dari hasil belajar. Abang kamu memang bangga kuliah di UI, tetapi dia tidak dapat uang seperti kamu. Allah itu adil kok. Kenapa harus malu mengatakan kamu kuliah di PTS? Seharusnya kamu bangga menyebutkan nama amamatermu." Kata-kata ibu memang selalu menyejukan anaknya.

Sejak itu saya tidak malu lagi mengatakan saya berkuliah di PTS, saya yakin setiap orang yang mau berusaha pasti Allah akan memberikan yang terbaik. Kuliah di Negeri atau Swasta tidak menentukan kesuksesanmu, kerja keras dan doalah yang akan membawamu menuju kesuksesan yang sebenarnya. ^^

Kamis, 18 Maret 2010

Baik "karena"

"Banyak orang baik di dunia ini, tetapi mereka baik dengan karena, bukan dengan ikhlas...."

Itu adalah kalimat yang waktu itu tiba-tiba terlintas dipikiranku.


Aku pun merasa menjadi orang baik dengan "karena", mungkin hanya sesekali menjadi orang baik dengan ikhlas.  Tidak usah melihat contoh jauh-jauh. Kita lihat saja perilaku kita sehari-hari terhadap orang tua. Misalkan, pagi hari orang tua kita membangunkan kita yang sedang tertidur lelap untuk membeli sesuatu di warung. Walau tanpa mendumel tetapi dengan setengah hati kita beranjak dari singgasana penghantar mimpi, saat itu kita terlihat menjadi anak yang baik. Baik "karena" kita melakukan itu takut durhaka terhadap orang tua, tetapi dalam hati tidak ikhlas.

Bisa juga kita rasakan hal itu, jika kita berada di lingkungan pekerjaan, apakah benar kita bersikap baik dengan ikhlas, atau dengan "karena" juga. Karena kita sudah digaji, karena kita hanya bawahan, atau karena kita memang berkewajiban untuk selalu senyum kepada pelanggan. Sulit memang menanamkan keikhlasan di hati kita, walau di hal sekecil apapun. Pasti kebanyakan dengan faktor "karena".

Ya ilmu ikhlas itu terdengar ringan. Tetapi sulit untuk dipraktekan. Seberapa besar kita mencoba untuk ikhlas, terkadang muncul sifat alami sebagai manusia yang tak pernah sempurna. Hanya Allah yang bisa menilai keikhlasan yang ada dihati.

Semoga Allah selalu menjadikan kita orang ikhlas dalam melakukan segala amal kebaikan. Amin ^^